SEJARAH MASUKNYA ISLAM DI KEDIRI


SEJARAH MASUKNYA ISLAM DI KEDIRI

Sejarah masuknya islam dikediri hampir sama dengan sejarah masuknya islam di wilayah jawa lainnya yaitu kemenangan Girindrawardhana atas Bhre Kertabhumi pada tahun 1478 M, yang dapat melanjutkan tahtanya kembali dengan memindahkan tahtanya di Daha(Kadhiri). Pada dua puluh tahun pertama abad XVI, terjadi serangan tentara Islam Demak yang dipimpin secara beruntun oleh dua imam kerajaan. Dua serangan utama dipimpin oleh Imam Demak keempat yang bernama Rahmatullah(Sunan Ngudung), akan tetapi hasilnya gagal. Sedangkan Imam tersebut terbunuh pada serangan kedua. Kemudian serangan ketiga dilanjutkan oleh anaknya yang bernama Djakfar al-Shodiq(Sunan Kudus), telah memimpin langsung pada penyerangan tahun 1524  tersebut dan berhasil merebut Ibukota Kerajaan Majapahit di Daha(Kadhiri). Pada kemenangannya, Sunan Kudus membangun sebuah “Monumen Peringatan” untuk mengenang jasa-jasa ayahnya yang gugur dalam serangan kedua. Monumen tersebut bukan berarti sebagai makam dari Rahmatullah(Sunan Ngudung), karena menurut Hikayat Hasanudin dimakamkan di dekat Masjid Demak. Sehingga yang dimakamkan Setono Gedong adalah sesuatu yang melambangkannya, seperti aksesoris yang selalu dikenakan olehnya. Akan tetapi  lebih tepatnya monumen itu dijadikan lambang kemenangan tentara Islam Demak yang atas tentara Majapahit. Monumen peringatan tersebut berupa sebuah inskripsi tertulis menggunakan huruf arab yang terpahat pada Makam Syeh Wasil Syamsudin, isinya adalah ”Ini makam Imam yang sempurna, seorang alim mulia, dan syekh yang saleh, yang menghafal Kitab Allah yang Maha Tinggi, yang paling menyempurnakan Syariat Nabi Allah-semoga Allah memberikan rahmat dan keselamatan kepadanya”
Dalam terjemahan dari inskripsi makam Syeh Wasil Syamsudin di atas telah memberikan petunjuk tentang masuknya Islam di wilayah Kediri melalui seorang tokoh yang digambarkan seperti matahari. Akan tetapi dalam terjemahan yang diberi titik-titik panjang dan tanda tanya merupakan huruf arab yang sudah tidak dapat dibaca dengan jelas karena berada disitu sudah lama sehingga sekarang menjadi kusam atau aus. Pembacaan angka tahun pada isi inskripsi di atas kurang jelas, maka untuk menentukannya dengan patokan antara 920-929 Hijriah. Apabila dijadikan masehi menjadi 1514-1523 M. Jadi itulah yang dapat digunakan sebagai patokan penentuan tahun diresmikannya inskripsi pada makam Syeh Wasil Syamsudin tersebut.
Pada perkembangan Islam di Kediri, hal-hal berkaitan dengan Agama Hindu maupun Budha semuanya dihancurkan karena dianggap musyrik yang akan membawa dampak pada kekafiran.Pengrusakan candi pada situs setono gedong  beserta isinya karena adanya faktor politik dari ekspansi Kerajaan Demak ke Ibukota Majapahit yang berada di Kediri pada dua puluh tahun pertama abad XVI. Alasan tersebut didukung lagi oleh kepentingan para penguasa Islam yang berada di Kediri pada waktu itu. Pengrusakan pada situs Setono Gedong terjadi lagi pada tahun 1815 M. Hal ini berdasarkan sumber data sejarah yang ditulis oleh Thomas Staford Raffles dari hasil laporan perjalanannya di Nusantara pada waktu itu, yang kemudian pada tahun 1817 di buku-kan dengan judul”History of Java.”
Dalam buku tersebut pada halaman 380 menyebutkan Informasi tentang Setono Gedong yang berisi:
“Disekitar Ibukota Kediri kaya akan benda-benda kuno dalam berbagai bentuk, tetapi yang ditemukan di sana masih dalam keadan yang baik daripada yang ditemukan di tempat lain, dengan biaya yang besar dan tenaga yang dikerahkan untuk membongkar bangunan dan untuk memotong patung yang ada di sana. Pada semua bagian situs di bangunan utama itu dapat saya temukan fragmen-fragmen yang tertutup pahatan relief, recha-recha yang rusak dan umumnya dipahat di atas batu yang dipotong membujur, dikerjakan saat membangun candi-candi, di samping bagian dasar yang sangat luas dari batu bata kemudian dinding bangunannya. Lebih jauh saya menduga dari keteraturan dan keelaganan bahan-bahan yang digunakan bahwa bahan dan bangunan yang dibangun hampir di seluruh bangunan ini di bongkar oleh penganut Mohamet pada periode perkembangan ajaran tersebut. Candi ini disebut Astana Gedong, tetapi tidak ada penduduk yang memberikan informasi saat pembangunan bangunan ini, seperti hanya asal ajaran Mohamet, saya hanya mempunyai sedikit pandangan mengenai hal itu untuk menghindari ketidaksesuaian gerakan dengan penduduk setempat yang ditunjukkan sebagai pendekata dari ketaatan mereka, dan hal ini merupakan keadaan yang sangat sesuai bagi orang penjajah yang bebas untuk bergerak tanpa adanya gangguan. Semua benda-benda kuno ini tidak diragukan lagi berasal pada periode sebelum munculnya agama Mohamet, atau dari apa yang oleh penduduk setempat disebut sebagai wong kuno, kapir atau buda.”
Berdasarkan perjalanan sejarahnya mulai abad XIII-XVI peran wilayah Kediri sebagai kerajaan bawahan(Vassal) sangat penting sebagai pelatihan calon pemimpin besar Kerajaan Singhasari hingga Majapahit. Bahkan sampai menjelang akhir kekuasaan Majapahit, Kediri dijadikan Ibukota Kerajaan Majapahit pada masa pemerintahan Girindrawardhana wangsa sebelum terjadinya ekspansi Demak. Sedangkan pada tahun 1897, situs Setono Gedong masih berupa masjid yang berada di atas tanah.
 Karena dibangun menjadi sebuah bangunan masjid baru tahun 1967. Hal ini mengingatkan pada hakekat adanya masjid yang sebenarnya hanya sebidang tanah di permukaan bumi ini yang dapat dijadikan sebagai tempat untuk beribadah bagi orang muslim masjid setono gedong yang memiliki gaya arsitektur seperti Letak halaman Masjid maupun makamnya biasanya terbagi manjadi tiga bagian yang semakin ke belakang semakin suci. Ketiga halaman itu juga merupakan hasil akulturasi dari pembuatan halaman candi di tanah mendatar yang mengandung makna kaki, lereng, dan puncak gunung,karena umat Hindu Jawa pada masa lalu dalam membuat seni bangun berlandaskan pada bentuk Gunung Himalaya sebagai gunung yang disucikan di India. Begitu juga dengan Masjid Setono Gedong yang juga memiliki tiga halaman,  halaman pertama yang sekarang adalah masjid Induk, kedua adalah pendopo yang dibangun di atas reruntuhan Candi Hindu dan di keliling. Sedangkan pada halaman terakhir adalah Makam Syeh Wasil Syamsudin.
Hiasan masjid makam memiliki fungsi ganda, yaitu sebagai fungsi teknis dan fungsi dekoratif. Sebagai fungsi teknis, hiasan pada masjid-makam berkaitan dengan kegunaan praktis atau sebagai teknis bangunan. Sedangkan fungsi dekoratif, pada dinding masjid-makam digunakan untuk memperindah bangunan. Selain itu juga menyimpan pesan dan media untuk memenuhi tujuan religi-magis. Misalnya ukir-ukiran teratai, daun-daunan, dan lain-lain sekarang pun masjid setono gedong menjadi masjid yang sangat besar dan sangat agus
Tugas uas (Fildatul halwa/kpi-1b/12305183051)

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Mbah Mesir : Tokoh Dibalik Tradisi Syawalan di Durenan Trenggalek

SEJARAH PERADABAN ISLAM MASUK DI KABUPATEN MADIUN

Sejarah Perkembangan Islam Di Jombang