BIOGRAFI KH. NOER ALI


BIOGRAFI KH. NOER ALI

Kh Noer Ali bukan sekedar seorang tokoh masyarakat Bekasi, tetapi juga seorang pahlawan nasional. Menurut sejarawan bekasi, ali anwar, dalam pengantar di blognya, KH Noer Ali merrupakan seorang ulama kharismatik, terutama di wilayah jawa barat, jakarta, banten, dan bekasi yang dianugerahkan gelar pahlawan nasional dan tanda kehormatan bintang maha putra adipradana oleh presiden Susilo Bambang Yudhoyono di istana negara pada kamis, 9 nopember 2006. Saat pertahanan Jakarta-Bekasi-karawang-cikampek porak-poranda pada 1948, pejuang kelahiran bekasi pada 1914 itu menghimpun semua kekuatan dalam badan perjuangan alternatif yang dibentuk dan dipimpinnya. Markas pusat Hizbullah-Sabilillah (MPHS) Jakarta Raya. Selanjutnya dalam buku biografi tentang KH Noer Ali yang ditulis Ali Anwar, disebutkan  bahwa KH Ali Noer Ali lahir tahun 1914 di kampung. Ujungmalang (sekarang enjadi ujungharapan), kewedanan bekasi, kabupaten meester cornelis, karesidenan batavia. Ayahnya seorang petani bernama H. Anwar bin layu, seorang petani da ibunya bernama HJ. Maimunah binti tarbian. Beliau wafat pada tanggal 3 mei 1992, dalam usia 78 tahun. Meskipun ayahnya hanya sebagi petani, namun karna kemauan keras untuk menuntut ilmu, Noer Ali pergi ke mekkah dengan meminjam uang dari majikan ayahnya yang harus dibayar dicicil selama bertahun-tahun. Selama 6 tahun (1934-1940) Noer Ali belajar di mekkah.
Saat di mekkah, semangat kebangsaannya tumbuh ketika ia dihina oleh pelajar asing yang mencibir: “mengapa belanda yang negaranya kecil bisa menjajah indonesia, Harusnya belanda bisa diusir dengan gampang kalau ada kemauan!”. Noer Ali pun marah dan menghimun para pelajar indonesia khususnya dari betawi untuk memikirkan nasib bangsanya yang dijajah. Ia diangkat teman-temannya sebagai ketua perhimpunan pelajar betawi di mekkah (1937). Sekembalinya ke tanah air, Noer Ali mendirikan pesantren di Ujung Malang. Ketika indonesia merdeka, ia terpilih sebagai ketua komite nasional indonesia daerah (KNID) cabang babelan. Tanggal 19 september 1945 ketika diselenggarakan rapat raksasa di lapang ikada jakarta, Noer Ali mengerahkan massa untuk hadir. Dalam mempertahankan kemerdekaan, ia menjadi ketua laskar rakyat bekasi, selanjutnya menjadi komandan batalyon lll hisbullah bekasi. Bung tomo saat itu dalam pidato-pidatonya dalam radio pemberontak menyebutnya sebagai kiai haji Noer Ali sehingga selanjutnya ia dikenal sebagai K.H. Noer Ali.

Peranan pentingnya muncul ketika terjadi agresi militer juli 1947. K.H. Noer Ali menghadap jenderal Oerip Soemohardjo di yogyakarta. Ia diperintah untuk bergerilya di jawa barat dengan tidak menggunakan nama TNI. KH Noer Ali pun kembali ke jawa barat jalan kaki dan mendirikan serta menjadi komandan markas pusat hisbullah-sabilillah (MPHS) jakarta raya di karawang. Saat itu, belanda menganggap tentara republik sudah tidak ada. Noer Ali meminta rakyat rawagede untuk memesang ribuan bendera-bendera kecil dari kertas minyal di tempel di pepohonan. Tentara belanda (NICA) melihat bendera-bendera itu terkejut karna ternyata RI masih eksis di wilayah kekuasaannya. Belanda mengira hal itu dilakukan pasukan TNI di bawah komandan Lukas Kustaryo yang memang bergerilya disana. Maka pasukan Lukas diburu dan karna tidak berhasil menemukan pasukan itu, belanda mengumulkan rakyat rawagede sekitar 400 orang dan kemudian dibunuh. Perstiwa ini membangkitkan semangat rakyat sehingga banyak yang kemudian bergabung dengan MPHS. Kekuatan pasukan MPHS sekitar 600 orang, malang melintang antara karawang dan bekasi, berpindah dari satu kampung ke kampung lainnya, menyerang pos pos belanda secara gerilya. Disitulah K.H. Noer Ali digelari “singa karawang-bekasi”. Ada juga yang menyebutnya “belut putih” karna sulit ditangkap oleh musuh. Sebagai kiai yang memiliki karomah, Noer Ali menggunakan tarekat untuk memperkuat mental anak buahnya. Ada wirid-wirid yang harus diamalkan, namun kadang-kadang anak buahnya tidak taat. Tahun 1948 residen jakarta raya mengangkat K.H. NOER Ali sebagai kordinator kabupaten jatinegara.
Ketika terjadi perjanjian renville, semua pasukan republik harus hijrah ke yogyakarta atau ke banten. Ia hijrah ke banten melalui leuwiliang, bogor. Di banten, MPHS diresmikan menjadi satu batalyon TNI di pandeglang. Saat akan dilantik, tiba-tiba belanda menyerbu. Noer Ali bersama pasukannya bertempur di banten utara sampei terjadinya perjanjian roem-royen. Dalam konferensi meja bundar yang mengakhiri perang kemerdekaan 1946-1949, Noer Ali diminta oleh Muhammad Natsir untuk membantu delegasi indonesia. Selain itu, ia pun masuk keluar hutan untuk mengontak pasukan-pasukan yang masih bertahan. Ketika pengakuan kedaulatan ditandatangani belanda, MHS dibubarkan. Jasa jasanya selama masa perang kemerdekaan dihargai orang-orang termasuk oleh A.H. Nasution, yang menjadi komandan divisi siliwangi waktu itu. Kemudian dimulailah perjuangan KH. Noer Ali dalam mengisi kemerdekaan melalui pendidikan maupunjakur politik. Pemikiran Noer Ali untuk memajukan pendidikan di negeri ini, sebenarnya sudah diulai sejak ia mendirikan pesantren sepulang dari mekkah. Setelah merdeka, peluang lebih terbuka. Pada tahun 1949, ia mendirikan lembaga pendidikan islam di jakarta. Selanjutnya pada januari 1950 mendirikan madrasah diniyah di ujungmalang dan selanjutnya mendirikan sekolah rakyat indonesia (SRI) di berbagai tempat di bekasi, kemudian juga ditempat lain, hingga ke luar jawa.
Di lapangan politik, peran Noer Ali memang menonjol. Saat negara RIS kembali ke negara kesatuan, ia menjadi ketua panitia amanah rakyat bekasi untuk bergabung ke dalam NKRI. Tahun 1950, Noer Ali diangkat sebagai ketua masyumi cabang jatinegara. Tahun 1956, ia diangkat menjadi anggota dewan konstituante dan tahun 1957 menjadi anggota pimpinan harian/majelis syuro masyumi pusat. Tahun 1958 menjadi ketua timperumus konferensi alim ulama-umaro se-jawa barat di lembang, bandung, yang kemudian melahirkan majelis ulama indonesia jawa barat. Tahun 1971-1975 menjadi ketua MUI jawa barat. Disamping itu, sejak 1972 menjadi ketua umum badan kerja sama pondok pesantren (BKSPP) jawa barat. Dalam perkembangan selanjutnya, ia bersikap sebagai pendamai, tidak pro satu aliran. Dengan para kiai muhammadiyah, NU, maupun persis, ia tetap baik. KH. Noer Ali tercatat sebagai salah seorang yang membidangi lahirnya kabupaten bekasi. Dalam bidang sosial dan pendidikan, ia membentuk sebuah organisasi bernama pembangunan pemeliharaan dan pertolongan islam yang kemudian berganti nama menjadi yayasan Attaqwa. KH. Noer Ali wafat pada 29 januari 1992 dirumahnya dan di makamkan di pondok pesantren Attaqwa puteri, ujungharapan, bahagia, babelan, kabupaten bekasi pada usia 78 tahun.
Menjadikan KH. Noer Ali diakui sebagai pahlawan nasional bukanlah perkara mudah. Diperlukan proses panjang sehingga nama pejuang bekasi itu diakui sebagai pahlawan nasional. Menurut sejarawan Ali Anwar, pengajuan KH. Noer Ali sebagai pahlawan nasional sudah dimulai sejak 10 tahun lalu. “kebetulan, itu berdasarkan penelitian yang saya buat, diajukan ke tim penilaian pahlawan nasional. Jadi orang itu jadi pahlawan nasional enggak ujuk-ujuk,” ujar ali. Sejak tahun 1994, nama KH. NOER Ali mulai diajukan untuk menjadi pahlawan nasional ke pemerintah bekasi. Kemudian, pengajuan tersebut diteruskan kepada pemerintah provinsi hingga ke pemerintah pusat. Pengajuan pada saat itu belum berhasil menjadikan KH. Noer Ali sebagai pahlawan nasional. Oleh soeharto, presiden saat itu, dia hanya diberikan penghargaan Bintang Nararya, sebuah tanda kehormatan tertinggi untuk menghargai pihak yang secara luar biasa menjaga keutuhan indonesia. “itu levelnya satu tingkat dibawah pahlawan nasional”, ujar ali. Tidak berhenti sampai disitu, KH. Noer Ali kembali diajukan sebagai pahlawan nasional setiap tahun. Hingga pada 2006, KH. Noer Ali berhasil mendapatkan predikat sebagai pahlawan nasional. “sekaligus penghargaan bintang mahaputra adipadana juga, jadi 2006 itu dia dapat 2 sekaligus”, kata Ali. Sampai saat ini, KH. Noer Ali dikenal banyak julukan, diantaranya singa karawang bekasi dan belut karawang bekasi. Nama KH. Noer Ali kini diabadikan sebagai nama jalan di bekasi, tepatnya di kalimalang.
oleh : Ahmad syafaul HIsyam

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Mbah Mesir : Tokoh Dibalik Tradisi Syawalan di Durenan Trenggalek

SEJARAH PERADABAN ISLAM MASUK DI KABUPATEN MADIUN

Sejarah Perkembangan Islam Di Jombang