Masjid Al Mimbar dan KHR Hasan Mimbar : Sejarah Peradaban Islam di Tulungagung

Masjid Al Mimbar dan KHR Hasan Mimbar : Sejarah Peradaban Islam di Tulungagung

(Gambar Masjid Hasan Mimbar, Desa Majan, Kecamatan Kedungwaru, Tulungagung.)
Traveling ke Tulungagung saat bulan suci memang paling nyaman berkunjung ke masjid. Selain Masjid Agung Al Munawar, ada satu lagi tempat ibadah yang tidak pernah sepi pengunjung. Bernama Masjid Al Mimbar yang juga termasuk bangunan ibadah tertua di Tulungagung.
Masjid Al-Mimbar berada di Desa Majan Kecamatan Kedungwaru merupakan masjid tertua di Kabupaten Tulungagung. Masjid Al Mimbar ini adalah peninggalan dari KH. Hasan Mimbar. KH. Hasan Mimbar yang masih keturunan Mataram sekaligus salah satu ulama besar dimasa kerajaan Mataram adalah pendiri masjid tersebut. Sampai sekarang Masjid Al-Mimbar masih berdiri kokoh. Berbagai aktivitas keagamaan diadakan di masjid ini.
Mengenai Masjid Al-Mimbar sejak dulu dijadikan pusat kegiatan dan pengembangan agama Islam. Beberapa peninggalan yang masih tersisa sampai saatnya diantaranya Mimbar Khotbah, Beduk dan Menara. Sudah sering kali masjid ini mengalami renovasi. Mimbar selalu tertutup tidak seperti masjid yang lain. Menurut M. Yasin mimbar tersebut memberi makna, dasarnya jangan memandang yang berkhotbah, tetapi dengar yang berkhotmah. Selain sebagai tempat beribadah, juga dijadikan tempat untuk mengembangkan ilmu karomah. M. Yasin yang juga sebagai pengasuhnya menjelaskan, cara wirid masjid Majan naluri Tegalsaren.
Mbah Hasan Mimbar. Dialah sosok ulama penyebar agama Islam pertama yang langsung memperoleh mandat dari Pakubuwono II melalui Bupati pertama Tulungagung Eyang Kiai Ngabei Mangundirono. Makam Mbah Hasan Mimbar berada di Desa Majan, Kecamatan Kedungwaru, Kabupaten Tulungagung. Hasan Mimbar sejak 1727 dapat perintah dari Mataram, yaitu Pakubowono II, untuk menyampaikan ajaran Islam di Tulungagung atau di Ngrowo pada waktu itu. Perintahnya adalah untuk menikahkan, menjalankan hukum waris dan sebagainya.
Pada tahun 1727 atas nama Sunan, Bupati Ngabai Mangundirojo memberi kuasa kepada saudaranya KH. Hasan Mimbar untuk melaksanakan hukum nikah dan sebagainya, kepada orang yang membutuhkannya sampai tahun 1979. Dulu desa Majan mendapat kebijaksanaan sendiri dalam melakukan pernikahan namun sekarang sudah tidak lagi karena diberikan kepada pemerintah. Dulu semua tanah yang ada di Majan merupakan tanah perdikan, namun sekarang tidak lagi. Pada tahun 1979, Desa Majan, Winong dan Tawangsari tidak lagi daerah perdikan. Pada saat itu, yang menjabat sebagai Gubernur Jawa Timur adalah Soenandar Prayosoedarmo, dan Bupati Tulungagung Singgih.
Di desa Majan diwakili Towil Isa, desa Winong diwakili oleh Sujangi Habib dan Desa Tawangsari oleh Murtadho. Ketiga Desa tersebut kemudian berstatus sebagai desa biasa lazimnya desa-desa yang ada di Kabupaten Tulungagung. Didalam perjanjian pembebasan tanah Desa Majan tersebut berbunyi :
- Adat istiadat Majan tidak dirubah selam tidak bertentangan dengan agama
- Akan diberi prioritas
- Akan disesuaikan dengan desa biasa
Bupati Tulungagung pertama Eyang Kiai Ngabei Mangundirono memanggil dimas atau kakak terhadap Mbah Hasan Mimbar. Jadi, secara nasab keluarga, bupati pertama Tulungagung itu adik Mbah Hasan Mimbar. Lebih tua Mbah Hasan Mimbar. Hasan Mimbar mempunyai tanah perdikan pemberian Mataram, yaitu Majan, sekitar 95 hektare. Akhirnya, Mbah  Hasan Mimbar wafat, kemudian pimpinan diteruskan oleh putra-putranya,  baik pernikahan, sistem pemerintahan, dan sistem administrasinya.
Mbah Hasan Mimbar punya peran besar dalam mensyiarkan Islam di Tulungagung. Termasuk pensyiar Islam pertama karena waktu itu bupati pertama yang memberikan perintah untuk mensyiarkan Islam. Jadi jelas, Mbah Hasan Mimbar adalah ulama atau tokoh yang mensyiarkan agama Islam di Tulungagung  atas dasar perintah Mataram.
Menurut layang kekancingan selama ini dipercayai oleh keluarga keturunan KH. Hasan Mimbar, bahwasanya leluhurnya merupakan sosok tokoh Islam yang ditunjuk langsung oleh bupati saat itu untuk mensyiarkan ajaran dan nilai-nilai Agama Islam, seperti yang tertuang dibawah ini;
Asesulih ingsun ing siro Dimas Kaji Mimbar ing angetrapaken chukum nikah ing wong wadon  kang duwe wali lan kang ora duwe wali, lan ing talak, lan ing faasah, lan ing dhihar, lan ing li-an, lan ing ila’, lan ing netak, lan ing nikah, lan ing iddah, lan ing rujuk, lain ing chuluk, lan ing ngiwadl, lan ing ngakawin, lan ing… lan ing kene; lan ing zakat, lan ing fitrah, lan ing waris, lan ing ta’zir kang metu soko perkoro kang wus kasebut ngarep iku mau kabeh amatrapi chukum ing wong kang ono ing bumi desa kang podo ka-ereh ing adiku Mas Kaji Mimbar kabeh.
Serat, Akhad 16 Rabi’ul Akhir tahun 1652 Jw. 1727 Masehi.
Layang kekancingan di atas merupakan wujud tugas mulia bagi KH. Hasan Mimbar untuk mengemban syiar dakwah Islam di Majan. Bukti tersebut juga dijadikan keturunan KH. Hasan Mimbar untuk memperingati hari jadi Majan, atau cikal bakalnya Majan.
Secara tidak langsung KH. Hasan Mimbar adalah penghulu pertama di Kadipaten Ngrowo saat di Kalangbret dan di Majan. Daerah Majan dan KH. Hasan Mimbar memang memiliki kesatuan peradaban yang tidak bisa dilepaskan, mengingat angka tahun 1727 memiliki peradaban yang sudah tua.
Tanah Majan ini dipercaya memiliki posisi penting. Calon-calon aparat pemerintahan atau bupati banyak yang ke sini untuk meminta berkah doa restu pada sesepuh Majan dan meneladani ziarah ke makam Mbah Hasan Mimbar. Memang, di samping makam Mbah Hasan Mimbar juga disemayamkan makam bupati keempat, yaitu Mas Pringgodiningrat, makam Bupati kelima Joyoningrat, dan Bupati kesepuluh Pringgo Kusumo. Semua masih kerabat.
Di Masjid Al Mimbar  masih ada beberapa benda bersejarah yaitu  mimbar khotbah, Bedug dan menara.


Makam di Masjid Al Mimbar, Desa Majan, Kecamatan Kedungwaru, Tulungagung
Nilai penting yang perlu untuk diketahui bahwasanya kawasan Majan adalah daerah memiliki peradaban tua. Sejarah lokal memberikan nuansa ilmu pengetahuan yang dapat dijadikan pelajaran bagi setiap generasi nantinya. Kini keberadaan Majan dan KH. Hasan Mimbar tinggal kenangan dan tentunya bisa dijadikan daerah peradaban tua untuk menelisik sejarah peradaban Islam di Tulungagung secara umum. Perlu untuk dicatat angka tahun 1727 merupakan awal keberadaan Majan dan KH. Hasan Mimbar.
TIZA SEFTIANA DEWI
NIM : 12305183039

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Mbah Mesir : Tokoh Dibalik Tradisi Syawalan di Durenan Trenggalek

SEJARAH PERADABAN ISLAM MASUK DI KABUPATEN MADIUN

Sejarah Perkembangan Islam Di Jombang