PERKEMBANGAN ISLAM DI TANAH SUNDA


PERKEMBANGAN ISLAM DI TANAH SUNDA

A.    Masuknya Islam di Jawa Barat
Islam merupakan agama besar yang sudah dianut oleh berbagai bangsa didunia, khsususnya Indonesia yang sudah menjadi laboratorium  agama.  Selain itu, agama Islam juga telah  menyebar luas didaerah-daerah. Dari Pulau-pulau, Provinsi, Kota, Kabupaten sampai juga ke Plosok-plosok daerah.
 Proses Islamisasi Jawa Barat  tidak terlepas dari gerakan Islamisasi  Jawa yang dilakukan oleh Para Wali Songo secara integral. Terutama peranan tokoh Penyebar Agama Islam di Jawa Barat yakni Sunan Gunung Djati yang saat itu juga sedang menjadi seorang  raja. Selain menyebarkan agama Islam, Sunan Gunung Djati juga sebagai pusat kekuasaan politik Islam di Jawa Barat  meliputi Cirebon dan Banten. Penyebaran Islam dimulai sejalan dengan berdirinya kerajaaan Sunda tahun 670 M.
Gerakan Islamisasi yang dilakukan Sunan Gunung Djati  secara pendekatan agama,  ekonomi,  politik dan kultural. Dengan pendekatan tersebut maka Islamisasi disana berlangsung  singkat dan  cepat berkembang di seluruh daerah Jawa Barat. Cirebon, Banten dan Sunda Kelapa merupakan sentral setting spasial masuk dan berkembangnya Islam di Jawa Barat pada masa-masa awal. Pada saat itu  Cirebon memiliki muara-muara sungai yang berperan  penting bagi pelabuhan yang dijadikannya  sebagai tempat menjalankan  kegiatan pelayaran dan  perdagangan lokal, regional, dan bahkan internasional, karena penduduknya mempunyai mata pencaharian  menangkap udang dan  membuat terasi.
Dalam sumber-sumber lokal seperti Babat Cirebon dan Carita Purwaka Caruban Nagari misalnya, diceritakan bahwa Cirebon dulunya sebagai dukuh yang diperintah oleh seorang kuwu. Pelabuhannya berlokasi di Muara Amparan Jati yang berada di Dukuh Pasambangan. Yang menjadi kepala atau juru lebuhannya Ki Gedeng Kasmaya,  Ki Gedeng Sedangkasih,  kemudian diganti oleh Ki Gedeng Tapa, setelah itu diganti lagi oleh Ke Gedeng Jumajan Jati. Dalam hal ini, konsekuensi yang harus dibebankan adalah mennyerahkan upeti berupa garam dan terasi setiap kali memproduksi sebagai vassal adanya Kerajaan Sunda. (Tjandrasasmita, 2009: 159).
Karena Cirebon merupakan pusat pelayaran pada saat itu, sehingga pada perempat pertama abad ke-14 Masehi saudagar-saudagar yang berasal dari Pasai, Arab,  India,  Parsi, Malaka, Tumasik (Singapura), Palembang, Cina, Jawa Timur, dan  Madura datang berkunjung ke Pelabuhan Muhara Jati dan Pasar Pasambangan untuk berniaga dan memenuhi keperluan pelayaran lainnya. Kedatangan mereka, yang telah memeluk Islam, di Pelabuhan Muhara Jati dan Pasar Pasambangan memungkinkan penduduk setempat berkenalan dengan agama Islam.
Selain itu ada daerah  Banten yang merupakan pelabuhan penting , karena bila dilihat dari sudut geografi dan ekonomi letaknya yang strategis dalam penguasaan Selat Sunda, yang menjadi matarantai pula dalam pelayaran dan perdagangan melalui lautan Indonesia dibagian selatan dan barat Sumatera. Pentingnya Banten lebih dirasakan terutama waktu Selat Malaka  berada dibawah pengawasan politik Portugis di Malaka. (Tjandrasasmita, 1993: 20).
Banten juga menjadi tempat singgah Syarif  Hidayatullah di Jawa setelah perpulangannya dari Tanah Arab. Menurut Carita Purwaka Caruban Nagari, pada waktu Syarif Hidayatulloh singgah di Banten,  tempat itu telah menjadi kota pelabuhan . Memang dahulu di Banten ada yang sudah menganut Islam, walaupun masih merupakan daerah  Kerajaan  Hindu  Pajajaran. Dan  keseluruhan  rakyat banten di Islamkan oleh Demak dan Cirebon tanpa melalui peperangan.
 Banten merupakan pelabuhan yang berkembang cukup cepat, setelah empat belas tahun kemudian (1627) orang Portugis yan bernama Barros mendapatkan Banten sebagai kota pelabuhan besar sejajar dengan Malaka dan Sumatera. Pada tanggal 22 Juni 1596 rombongan orang Belanda yang dipimpin oleh Cornelis de Houtman yang pertama kali datang di Banten ia mendapatkan Banten selain sebagai kota pelabuhan besar juga sebagai pusat kekuasaan Islam. Bahkan dipelabuhan itu banyak berniaga saudagar drai China, Persi, Arab, Turki, India, dan Portugis.
Selain itu, di Sunda Kelapa juga ada yang sudah menceritakan  eksintensinya dan juga disaksikan oleh Tome Pires tahun 1513, J. De Barros tahun 1527, dan Cornelis de Houtman tahun 1598 (Cortesao, 1944; Hageman, 1866; Vlekke, 1967). Ketiga orang ini menyatakan bahwa Sunda Kelapa merupakan kota pelabuhan yang indah dan ramai dikunjungi para pedagang.
B.     Tokoh-tokoh Awal Penyebar Islam di Jawa Barat
Tanda-tanda sudah ada orang Islam di Jawa Barat adalah pada paruh abad-14. Sumber sejarah lokal yang dicatat oleh Hageman (1866) menyebutkan bahwa penganut Islam yang pertama datang ke Jawa Barat adalah Haji Purwa pada tahun 1250 Jawa atau 1337 Masehi. Haji Purwa adalah putera Kuda Lalean. Haji Purwa masuk Islam ketika ia sedang dalam perjalanan niaga ke India. Ia diislamkan oleh saudagar Arab yang kebetulan bertemu di India. Haji Purwa berupaya untuk mengislamkan adiknya yang sedang berkuasa di kerajaan pedalaman di Tatar Sunda. Akan tetapi upayanya itu gagal. Akhirnya Haji Purwa meninggalkan Galuh menuju dan kemudian menetap di Cirebon Girang.
Menurut Prof. Edi S. Ekajati (1975: 87-88) menganggap bahwa Haji Purwa itu sama dengan Syekh Maulana Saifudin, orang Islam pertama yang menetap di Cirebon. Ditempat itulah beliau berupaya menyebarkan Agama Islam. Ketika beliau menetap disana, saat itu sedang dikepalai oleh Ki Gedeng Kasmaya, Ia masih bersaudara dengan penguasa di Galuh. Pada waktu itu Cirebon Girang merupakan daerah Mandala[1].
C.    Penyebaran Islam ke Pedalaman Jawa Barat
Pada abad ke-16 M, seluruh Pantai Utara Jawa Barat telah berada dikekuasaan pemimpin-pemimpin Islam. Dan penyebaran Islam ke berbagai pedalaman dilakukan setelah itu. Dalam Carita Purwaka Caruban Nagari disebutkan bahwa daerah yang diislamkan oleh Sunan Gunung Djati selain daerah-daerah tersebut diatas (Cirebon, Banten dan Kalapa) yaitu Kuningan, Sindangkasih, Talaga, Luragung, Ukur, Cibalagung, Klutung Bantar, dll. 
D.    Mengapa Islam disebarkan didaerah Jawa Barat?
Islam memang pada hakikatnya adalah agama dakwah, seperti yang diajarkan oleh Nabi Muhammad SAW., memang memiliki misi berdakwah. Yang artinya adalah Islam harus disampaikan , disebarkan, dan diajarakkan kepada orang lain, sebanyak mungkin. Meskipun secara doktrin agama Islam harus disebarkan namun dalam praktiknya tidak boleh ada unsur pemaksaan dalam memeluk agama ini. Itulah yang menjadi landasan utama mengapa Islam sangat mudah diterima di Indonesia, terutama di Tatar Sunda dan daerah lain juga yang berjalan secara damai.
Metode yang paling menonjol dalam melakukan Islamisasi didaerah Tatar Sunda ini yakni Perdagangan, Politik dan Perkawinan. Secara praktis/pragmatis, peneyebaran Islam di Jawa Barat tidak lepas dari kepentingan-kepentingan sosial, ekonomi, dan poltitik. Motivasi praktis ini bisa menjelaskan koalisi Demak dan Cirebon ketika mengislamkan Sunda Kalapa yakni dalam rangka menghadapi koalisi Kerajaan Hindu Pajajaran dan Portugis(Katolik).
Islam merupakan agama yang memiliki tiga komponen besar yaitu akidah, ibadah, dan akhlak. Tentu saja secara konseptual ketiga komponen itu berjalan semestinya. Akan tetapi, konsep itu tidak bisa dijalankan secara praktik. Kenyataannya, seiring dengan pertimbangan-pertimbangan yang dilakukan secara psikologis-paedagosis menyatakan bahwa akhlak cukup mengemuka dan bahkan berperan penting dalam mempercepat islamisasi di Tatar Sunda.
Jadi, pangkal masuknya Islam di Jawa Barat mulai dari Cirebon, Banten. Dua daerah ini merupakan bagian yang telah dibagi dua oleh Sunan Gunung Djati dalam menyebarkan agama islam. Sedangkan bagian lain, yaitu Bagian Timur pusatnya ada di Cirebon dan daerah penyebarannya adalah kuningan, Majalengka, Indramayu, Subang, Cianjur, Bandung, Sumedang, Garut, Tasikmalaya dan juga Ciamis.


Prof. Edi S. Ekadjati (1975:104) memetakan rute yang ditempuh penyebaran itu ialah sebagai berikut :
1.      Cirebon-Kuningan-Talaga-Ciamis
2.      Cirebon-Kadipaten-Majalengka-Darmaraja-Garut
3.      Cirebon-Sumedang-Bandung
4.      Cirebon-Talaga-Sagalaherang-Cianjur
5.      Banten-Jakarta-Bogor-Sukabumi
6.      Banten-Banten Selatan-Bogor-Sukabumi
SUMBER
1.       Makalah Seminar Islam di Tatar Sunda Pada Masa Pemerintahan Hindia Belanda, 30 September 2015. Diselenggarakan oleh MSI Komisariat UIN Sunan Gunung Djati Bandung
2.      Pustaka Unpad Penyebaran Islam di Jawa Barat Oleh Mumuh Muhsin Z[2]

OLEH : Widayanti
NIM : 12305183052


[1] Mandala adalah tempat yang ditinggali oleh komunitas agama; biasanya terletak di daerah terpencil di bukit-bikit.
[2] Staf pengajar Jurusan Sejarah Fak. Sastra Universitas Padjadjaran dan Ketua Umum Masyarakat Sejarawan Indonesia (MSI) Cabang Jawa Barat.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Mbah Mesir : Tokoh Dibalik Tradisi Syawalan di Durenan Trenggalek

SEJARAH PERADABAN ISLAM MASUK DI KABUPATEN MADIUN

Sejarah Perkembangan Islam Di Jombang