MASJID BAITURRAHMAN DI DESA KERAS KULON, NGAWI MERUPAKAN SALAH SATU SYIAR MASUKNYA ISLAM DI KABUPATEN NGAWI

Ngawi merupakan salah satu kabupaten yang terdapat di provinsi Jawa Timur kabupaten ini berbatasan langsung dengan provinsi Jawa Tengah. Kabupaten Ngawi memiliki 19 kecamatan, yang dibagi lagi menjadi 217 desa dan dikelompokkan menjadi 4 kelurahan. Ngawi merupakan kabupaten yang cukup luas dibandingkan  kabupaten  lainnya yang terdapat disekitar kabupaten Ngawi. Kabupaten Ngawi juga berbatasan langsung dengan kabupaten-kabupaten lainnya, seperti disebelah utara kabupaten Bojonegoro, sebelah timur kabupaten Madiun, sebelah barat kabupaten Sragen, dan sebelah selatan berbatasan dengan kabupaten Magetan. Ngawi sendiri berasal dari kata awi yang berasal dari bahasa sansekerta artinya bambo, yang memiliki tambahan “ng” sehingga menjadi kata Ngawi.  Dinamakan Ngawi karena dulu di kabupaten Ngawi terdapat banyak tanaman bambo
Ngawi yang merupakan kota yang lumayan besar tersebut juga memiliki beberapa kisah sejarah dan juga beberapa peninggalan seperti bangunan- banguanan kuno, alat-alat kesenian, buadaya-budaya yang hingga kini masih dilestarikan, makam-makam para ulama’ dan juga masjid-masjid yang memiliki cerita sejarah yang begitu panjang. Dan beberapa masjid yang katanya merupakan alternativ masuknmya islam ke kabupaten Ngawi. Salah satunya yaitu masjid Baiturrahman.
 Masjid Baiturrahman yang tepatnya ada di Keras kulon, Gerih, bisa jadi syiar islam masuk ke Ngawi dari arah selatan. Masjid ini diperkirakan dibangun lebih dari empat abad silam. Dan pendiri masjid tersebut masih trah Sunan Ampel. Tujuh tiang persegi tegak berdiri menyangga atap serambi Masjid Baiturrahman. Tujuh bangun lengkung menyerupai ujung topi di bagian atas tiang turut menghiasi tempat ibadah di Desa Keras Kulon, Gerih, itu. Tiang berwarna putih, sementara lengkungnya dicat dominan hijau bergaris kuning, agar menghasilkan warna yang menarik dan indah ketika orang melihatmya. Lengkung bercat hijau paling tengah agak lebih tebal terlihat ketimbang yang lain, begitupun juga dengan lebarnya. Lengkung berhiaskan kaligrafi arab berbunyi Masjid Baiturrahman itu sejajar dengan pintu ruang utama masjid. ‘’Masjid ini dilakukan renovasi besar-besaran sekitar tahun 2000, karena dulunya masjidnya tidak seperti ini,’’ kata Kiai Dawam Ahmad.
Kiai Dawam Ahmad paham betul dengan sejarah Masjid Baiturrahman. Bukan lantaran jarak tempat tinggal yang hanya selemparan batu dari masjid. Melainkan karena beliau merupakan keturunan ke-6 dari pendiri Masjid Baiturrahman, yaitu KH Abdurrahman. ‘’Masjid ini diperkirakan sudah berdiri sejak 1600-an. Dan kemungkinan masjid ini adalah masjid yang tertua di Ngawi,’’ ujarnya.
KH Abdurrahman dulu adalah salah seorang putra adipati Pacitan. Dan beliau bisa sampai ke Ngawi  dengan lantaran diminta keluarganya untuk babad wilayah baru. ‘’Katanya, dulu paman dari Kiai Abdurrahman melemparkan semacam lidi. Dan beliau disuruh babad wilayah di mana lidi tersebut jatuh,’’ papar Kiai Dawam.
Konon ceritanya, lidi tersebut dilempar sampai ke wilayah Ngawi. Dan Jatuhnya tepat di bawah pohon keras. Lalu dengan jatuhnya lidi tersebut, akhirnya kawasan itu dinamai Keras yang kemudian dipecah menjadi Keras Kulon dan Keras Wetan hingga sekarang ini. ‘’Kiai Abdurrahman juga dipercaya masih memiliki hubungan dengan Sunan Pandan Aran yang juga masih trahnya Sunan Ampel,’’ urainya.
Peninggalan-peninggalan yang berada di sekitar masjid menjadi bukti pendukung kisah yang dituturkan Kiai Dawam. Di belakang masjid tepat disisi sebelah barat terdapat lumpang dari batu atau biasa disebut watu gilang. Kondisinya berlumut dan rompal. ‘’Dulu ada empat lumping disitu, namun tiga lumpang yang masih bagus hilang sekitar setahun lalu,’’ terangnya.
  Dan konon ceritanya masjid ini juga digunakan oleh para ulama untuk berlindung tokoh-tokoh umat islam dari keganasan PKI pada waktu terjadinya pembrontakan PKI pada akhir bulan September sampai awal bulan Oktober pada tahun 1948 ketika masa penjajahan dulu.
Masjid yang kini juga memiliki madrasah diniyah dan TPA yang terletak di samping bagian utara masjid itu, hingga saat ini terus menularkan dan mengembangkan pendidikan agamanya. Tidak ketinggalan, pembelajaran tentang kitab kuning masih berlangsung hingga sekarang. ‘’Kata Ayah saya, awalnya masjid ini hanya untuk beribadah keluarga. Karena belum banyak penduduk yang memeluk Islam kala itu,’’ tutur Kiai  Dawam.
Seiring dengan berjalannya waktu, masjid tersebut mulai dipenuhi oleh jamaah, sejak awal disyiarkannya ajaran Islam yang mulai diterima di masyarakat. Dari cerita tersebut, masjid hanya tersentuh renovasi ala kadarnya kala itu. ketika  Kiai Dawam masih kecil bangunan masjid itu masih sangat sederhana belum ada alas untuk sholat bahkan lantainya masih berupa tanah. ‘’Namun sekarang sudah ada karpet, kalau saya kecil dulu masih beberan bambu,’’ ucapnya.
Barulah saat menginjak era milenial, masjid tersebut dibongkar besar-besaran untuk diperbaiki. Kiai Dawam mengingat, serambi masjid yang sekarang ini dulunya adalah sebuah rumah. Karena luas masjid tidak mampu menampung jumlah jamaah yang terus meningkat, akhirnya rumah tersebut diwakafkan oleh pemiliknya. ‘’Dan rencananya, masjid tersebut mau ditingkat,’’ kata Kiai Dawam. Agar dapat menampung jamaah dalam jumlah banyak, karena penduduk disekitarnya saat ini sebagian besar sudah memeluk agama islam. Dan dapat menampung jamaah dari luar desa tersebut. Sehingga Masjid Baiturrohman dapat dimanfaatkan juga oleh orang-orang selain penduduk desa Keras, Gerih tersebut.

Gambar diatas merupakan gambar dai Masjid Baiturrohman di desa Keras, Gerih. Yang telah diceritakan diatas.dan hingga saat ini masjid tersebut masih digunakan untuk beribadah dan digunakan juga untuk mensyiarkan agama islam didesa tersenut sampai sekarang.


Nama: Dita Anzas Choirunnisa
Nim: 12305183036
Kelas: KPI 1B

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Mbah Mesir : Tokoh Dibalik Tradisi Syawalan di Durenan Trenggalek

SEJARAH PERADABAN ISLAM MASUK DI KABUPATEN MADIUN

Sejarah Perkembangan Islam Di Jombang