Pesnatren Sabilil Muttaqien (PSM)
Pesnatren Sabilil Muttaqien (PSM)
Oleh: Alya Na’imah/KPI 1B
NIM: 12305183066
Pondok
PSM merupakan salah satu pondok pesantren salafiyah yang cukup terkenal di
karesidenan Madiun. Pondok pesanren ini terletak di jantung Kecamatan Takeran Kabupaten
Magetan Propinsi Jawa Timur, sekitar 16 km dari arah Magetan dan 9 km dari arah
Madiun. Bagi yang ingin mengunjungi pondok pesantren ini, apabila dari arah
Madiun, rute yang ditempuh adalah jalan raya menuju arah Goranggareng. Apabila
dari arah Magetan, jalur yang ditempuh adalah jalan raya menuju arah
Goranggareng, kemudian dilanjutkan jalan raya ke arah Madiun. Begitu halnya
bagi yang datang dari arah Maospati dan Ponorogo. Hanya saja yang dari arah
Ponorogo bisa mengambil dua jalur, yakni lewat jalan raya Ponorogo ke arah
Madiun kota kemudian langsung menuju jalan rayaa Goranggareng, atau lewat jalan
raya Lembeyan-Goranggareng kemudian belok jalur ke arah Madiun. Bagi orang yang
tidak bermukim di sekitar daerah Madiun-Magetan dan sekitarnya, atau minimal
bukn orang asli daerah tersebut mungkin belum begitu mengerti akan pondok
pesantren ini. Sebab, ketika seseorang ditanya tentang PSM, tentu larinya ke
arah club sepakbola Indonesia.
Dikarenakan istilah PSM deketahui
mengandung singkatan lebih dari satu, salah satunya adalah Persatuan
Sepakbola Makassar. Padahal bagi masyarakat Madiun-Magetan sendiri nama PSM
sudah tidak asing lagi ditelinga mereka, karena arah pemikiran mereka langsung
tertuju kepada salah satu pondok pesantren di daerah Magetan, yakni Pesantren
Sabilil Muttaqien.
Sejarah
PSM
Pesantren Sabilil Muttaqien pada
mulanya bernama ‘Pesantren Takeran” adalah bentuk pesantren sentris, dengan
sistem pengajarannya melalui pendekatan pondok murni. Pesantren murni.
Pesantren Takeran didirikan oleh Kyai Hasan Ulama’ yang merupakan seorang
ulama’ ahli hikmah sufiyah dengan dibantu oleh Kyai Moh. Ilyas pada tahun 1880
M/ 1303 H.
Kyai Hasan Ulama’ adalah putra Kyai
Kholifah dan merupakan prajurit penasihat spiritual Pangeran Diponegoro yang
mengungsi ke daerah timur (Desa Bogem, Sampung, Ponorogo tahun 1825-1830 M).
Setelah Kyai Kholifah wafat, Kyai Hasan Ulama’ meninggalkan Bogem menuju
Takeran yang sebelumnya menetap sementara di Desa Tegalrejo dalam upaya proses
pendalaman ilmu agama yang dimiliki. Dirasa cukup mendalami ilmunya Kyai Hasan
Ulama’ berangkat ke Takeran dan merintis
berdirinya pesantren dalam bentuk pondok tradisional dan mengubah lingkungan
masyarakat yang sebelumnya kurang tersentuh nilai-nilai moral menjadi
lingkungan yang sarat dengan norma-norma agamis. Hal itu dapat dilihat dari
aspek budaya yang berkembang ditengah masyarakat, serta berdirinya
tempat-tempat ibadah (langgar/surau)
dibeberapa tempat, yang pendirinya adalah santri-santri Kyai Hasan Ulama’.
Pengembangan Pesantren Takeran tetap
berlangsung sampai akhirnya Kyai Hasan Ulama’ wafat pada tahun 1914 M/1337 H.
Kelangsungan Pesantren Takeran diteruskan oleh putra-putranya serta pengasuh
yang telah dididik dibawah pimpinan KH. Imam Muttaqien putra sulung Kyai Hasan
Ulama’. Pada masa kepemimpinan KH. Imam Muttaqien masih meneruskan pengajaran
yang sama seperti KH. Hasan Ulama’.
Setelah KH. Imam Muttaqien wafat pada
tahun 1936 M, maka Kyai Imam Mursyid Muttaqien sebagai putra almarhum,
memprakasai adanya sistem pembaharuan dengan pola kepemimpinan Pesantren.
Setelah beberapa tahap pembicaraan
yang mendalam dan mendasar, Kyai Imam Mursyid Muttaqien secara konsepsional
membuat metode pengembangan Pesantren dengan suatu sistem kelembagaan yang
terorganisir dalam suatu mekanisme organisasi yang diberi nama “PESANTREN
SABILIL MUTTAQIEN” dan dikukuhkan dalam rapat besar Pesantren di Masjid Jami’
Pesantren Takeran, tepatnya pada tanggal 16 September 1943 M/9 Syawal 1362 H.
Dalam rapat besar ini telah
dicanangkan oleh Kyai Imam Mursyid Muttaqien adanya pengelolaan atau
pengembangan Pesantren yang terpadu melalui sistem mekanisme organisasi dengan
kelengkapan struktur dan fungsinya. Sistem ini sama sekali tidak mengubah
dasar/jiwa pendiri Pesantren Kyai Hasan Ulama’, tetapi merupakan pengembangan
sistem yang lebih komprehensif/akomodatif dalam menjangkau seluruh lapisan
masyarakat sehingga tujuan pokok PSM dapat tercapai lebih sempurna yaitu:
“Memancarkan yang seluas-luasnya pendidikan tentang
Islam, sehingga pesantren ini mampu menghasilkan orang yang cakap dan tinggi
kefahamannya tentang Islam, rajim berbakti dan beramal kepada masyarakat,
berdasarkan taqwa (tunduk kepada Allah) sehingga menjadi orang yang berilmu,
beramal dan bertaqwa”.
Dalam rapat besar tersebut hadir
beberapa tokoh organisasi kemasyarakatan/agama yang membantu kelancaran
pengukuhan nama Pesantren Sabilil Muttaqien diantaranya tokoh pimpinan NU,
PSSI, dll.
Metode/sistem pembaharuan dari
Pondok Pesantren menjadi Organisasi PSM pada tanggal 16 September 1943 ini menjadi
tonggak sejarah yang sangat penting karena pada tanggal tersebut dilaksanakan
pembangunan gedung madrasan yang besar di pusat PSM, yang akan digunakan untuk
segala macam kegiatan pengajaran mulai tingkat dasar sampai tingkat tinggi, dan
sebagai langkah awal didirikan sekolah guru (Madrasah Mu’alimin atau Kullyatul
Mu’alimin) yang pada akhirnya menjadi SGMI (Sekolah Guru Menengah Islam).
Dengan perkembangan PSM yang semakin
maju dari tahun ke tahun, yang dilandasi penanaman idealisme oleh Kyai Imam Mursyid
Muttaqien tentang “Ruhul Islam Wal Wathon” telah menunjukkan hasil yang sangat
baik dan mendalam terhadap santri dan murid PSM. Namun, dalam keadaan tersebut
terjadi musibah Pemberontakan KPI (Madiun
Affair tahun 1948) yang mengakibatkan sebanyak 14 orang tokoh PSM termasuk
Kyai Imam Mursyid Muttaqien diculik dan dibunuh secara kejam dan biadab.
Oleh karena itu, jika sejarah
mencatat bahwa PSM merupakan salah satu pesantren di negara kita yang paling
merasakan akibat pemberontakan PKI tahun 1948 di Madiun. Ditengah suasana
berkabung dan perihatin, warga PSM masih harus diuji kesabarannya oleh Allah
yaitu terjadinya serangan Belanda yang lebih dikenal dengan “Clash” tahun 1949. Dalam perang
tersebut 4 putra terbaik/murid PSM banyak yang gugur menjadi pahlawan bangsa.
Disamping itu gedung madrasah pusat yang baru dibangun sebanyak 6 lokal
terpaksa dibumi hanguskan oleh pasukan kita sendiri supaya tidak ditempati
Belanda. Dua peristiwa penting tersebut menjadikan warga PSM dan para
sesepuh/pengasuh mengalami krisis kepemimpinan, maka pada tahun 1949 diadakan
musyawarah inti warga PSM di Takeran.
Dalam pertemuan tersebut diputuskan
Pengurus Pusat darurat yang diketuai Kyai Imam Suradji bin Muhammad Syahid.
Pengurus darurat ini menghasilkan terjadinya proses Ihtifal di Magetan. Hasil
Ihtifal ini adalah mengadakan pembentukan organisasi disegala bidang dengan
dipimpin/dipelopori oleh Siti Fauziah binti Kyai Haji Imam Muttaqien, adik Kyai
Imam Mursyid Muttaqien yang kemudian mejadi istri Kyai Haji Mohammad Tarmoedji.
Dibawah kepemimpinan Siti Fauziah ini didirikan pula Muslimat PSM.
Berkat keuletan dan kegigihan serta kesabaran
para pengurus PSM yang masih ada maka pada tahun 1951 telah berhasil diresmikan
pembangunan gedung madrasah tahap I, disusul pada tahun 1957 pembangunan
madrasah tahap II. Kini perkembangan PSM yang pesat didukung dengan alumni yang
berasal dari berbagai daerah mendirikan cabang-cabang PSM dengan pilar utama
tetap berbasis pendidikan. Sehungga saat ini PSM telah memiliki 99 cabang dan mengelola
132 lembaga pendidikan mulai TA/TK hingga SLTA yang tersebar di seluruh
Indonesia.
Kemudian PSM sendiri juga memiliki
cabang hingga ke Nganjuk. Yang bertempatkan di Desa Tanjunganom, Kecamatan
Tanjunganom, Kabupaten Nganjuk, Jawa Timur. Biasanya warga sekitar Tanjunganom
mengenal dengan sebutan PSM Tanjunganom.
Kyai Muhammad Khusnun Malibary
adalah salah seorang Ulama’ pendiri Pesantren Sabilil Muttaqien di
Tanjunganom-Nganjuk. Beliau adalah seorang murid Thoriqoh Kyai Imam Moersyid
Muttaqien Takeran-Magetan. Makam beliau berada di barat Masjid PSM
Tanjunganom-Nganjuk.
Dalam yayasan tersebut juga terdapat
lembaga pendidikan, seperti RA PSM Tanjunganom, lalu ada MTs PSM Tanjunganom,
kemudian ada MA PSM Tanjunganom dan terakhir SMK PSM Tanjunganom. Yang memegang
setiap lembaga pendidikan tersebut adalah masih memiliki keturunan dengan Mbah
Kyai Khusnun almarhum. Bahkan lembaga-lembaga tersebut masih berjaya dari dulu
hingga saat ini. Setiap lembaga masih membuka pendaftaran siswa baru setiap
tahunnya, mulai dari RA hingga MA/SMK. Mengapa tidak mendirikan Madrasah
Ibtidaiyah? Menurut berita yang saya dengar adalah, dahulu sempat ada MI PSM
Tanjunganom, namun pada saat itu ada tawaran untuk di Negri kan oleh
pemerintah. Dan pada akhirnya di Negri kan lah MI tersebut. sehingga namanya
menjadi MIN Tanjunganom.
Komentar
Posting Komentar