Sejarah Masjid Aulia' Setono Gedong
SEJARAH MASJID AULIA’ SETONO GEDONG
Kediri, kota yang terkenal dengan Simpang
Lima Gumulnya ternyata juga ada situs sejarah yang menarik untuk dibahas yaitu
masjid setono gedong. Berlokasi di tengah kota Kediri, dijalan Dhoho, persis
deseberang stasiun kota Kediri.
Setono gedong merupakan sebuah komplek bangunan
seluas 3 hektar yang terdiri dari sebuah masjid, masjid ajaib, pendopo, area
pemakaman dimana bersemayam beberapa tokoh penting seperti Sunan Amangkurat mas
III, Raja Solo ketiga, dan Sulaiman Al- Wasil Syamsudin atau mbah Wasil. Sebelum
masuk kehalaman Masjid Setono Gedong Kediri terdapat gapura paduraksa
dindingnya tebal, dan konon aslinya merupakan gapura candi.
Berbicara tentang situs setono gedong tidak
akan terlepas dari legenda Sulaiman Al Wasil-Syamsudin atau mbah Wasil. Mbah
Wasil dipercaya adalah seorang arab di Mekkah. Mbah Wasil, sebagaimana yang
dikemukakan oleh beberapa para ahli adalah seorang ulama besar dari Persia yang
dating ke Kediri untuk membahas kitab Musyarar atas undangan dari Raja
Jayabaya. Mba Wasil merupakan tokoh penyebar agama islam di Kediri yang hidup
sejaman dengan wali songo. Namun demikian, tidak ada keterangan jelas kapan dan
beliau meninggal duia. Pada batu nisannya hanya bertuliskan kaligrafi kalimat
syahadat yang terbingkai dalam gambar matahari pijar. Riwayat asal usul
keluarganya serta waktu kedatangannya di Kediri juga terdapat beberapa versi
oleh para ahli.
1. Gaya Arsitektur Masjid Setono Gedong
merupakan hasil akulturasi dari pembuatan
halaman candi di tanah mendatar yang mengandung makna kaki, lereng, dan puncak
gunung,karena umat Hindu Jawa pada masa lalu dalam membuat seni bangun
berlandaskan pada bentuk Gunung Himalaya sebagai gunung yang disucikan di
India. Masjid setono gedong yang memiliki 3 halaman, halaman pertama adalah
masjid induk, halaman kedua adalah pendopo yang dibangun diatas reruntuhan
Candi Hindu. Sedangkan pada halaman terakhir adalah makam Syeh Wasil Syamsudin.
Terdapat hiasan masjid-makam yang mempunyai fungsi ganda yaitu fungsi teknis
dan fungsi dekoratif. Sebagai fungsi teknis, hiasan pada masjid-makam berkaitan
dengan kegunaan praktis / sebagai teknis bangunan. Sedangkan fungsi dekoratif,
pada dinding masjid-makam digunakan untuk memperindah bangunan. Selain itu juga
menyimpan pesan dan media untuk memenuhi tujuan religi-magis. Seperti teratai,
daun-daunan, dll
2. Pintu Gerbang masjid Setono Gedong
Pintu gerbang jalan menuju Masjid Setono Gedong dibuat
pada tahun 2002 dengan gaya kombinasi antara seni tradional dan modern. Gaya
tradisional tampak pada hiasan yang memakai modif daun-daunan berjumlah tiga
serta atasnya ditambah dengan modif bunga matahari pada masing-masing bagian
sisi kanan dan kiri
gapura. Sedangkan pada bagian atas gapura terdapat
arca Garuda dengan membawa sebuah kendi di atas kepalanya. Pembuatan gapura luar ini ternyata sedikit mengadopsi
dari ukir-ukiran maupun relief kuno kuno yang terdapat pada masjid-makam Syeh
Wasil Syamsudin. Paling menarik dari pintu gerbang jalan menuju Masjid-Makam
Setono Gedong adalah adanya arca Garuda membawa sebuah kendi, dan di bagian belakang kepalanya juga di tambah relief berupa
kepala rajawali. Bunga matahari pada bagian sisi depan gapura sebagai lambang
penerangan dan ketangguhan. Pintu gerbang
masjid yang disebut gapura, oleh ulama Islam pada perkembangannya disamakan
dengan kata “ghafur” artinya yang memberi ampun
sekaligus juga bermakna pertobatan, permohonan ampun. Hal ini menunjukkan bahwa
gapura masjid sebagai pintu tobat bagi setiap manusia yang telah menyadari akan
dosa-dosanya. Karena Allah SWT dalam salah satu nama-nama sucinya disebutkan sebagai Al-Ghaffar yang
berarti Maha Pengampun.
3. Pintu Gerbang Utama Masuk ke Lingkungan dan Serambi Masjid Setono gedong
3. Pintu Gerbang Utama Masuk ke Lingkungan dan Serambi Masjid Setono gedong
Masjid setono gedong bila dilihat dari sisi luar tampak seperti bangunan
cina atau biasa disebut klenteng. Hal tersebut terjadi karena kelurahan setono
gedong berada ditengah pusat pertokoan milik etnis cina. Selain itu juga didukung adanya sebuah
kelurahan yang bernama Pocanan yang berada di sebelah utara Masjid Setono
Gedong. Menurut Hutami (2010) wilayah Kelurahan Pocanan dahulu adalah sebuah
tanah persil atau sima milik seorang bangsa Cina kaya bernama Po Cang
An pada masa Kediri Kuno. Karena di sebelah barat Masjid Setono Gedong
juga masih terdapat bekas-bekas toko milik orang Cina yang sudah lama tidak
terpakai. Sedangkan
Bangunan Masjid Setono Gedong baru dibangun pada tahun 1967, yang sebelum
dibangun berupa bangunan masjid, kurang lebih tahun 1897 M di halaman situs
Setono Gedong telah dijadikan tempat ibadah oleh penduduk setempat yang
beragama Islam, dengan hanya masih beralaskan tanah. Pada saat sebelum berbentuk bangunan masjid,
kemungkinan umat muslim cina yang tinggal di sekitar masjid juga ikut beribadah
bersama masyarakat Kelurahan Setono Gedong. Maka dari itu muncul sikap
interaksi sosial yang kuat sehingga menimbulkan rasa solodaritas yang tinggi.
Sehingga pada saat pembangunan masjid tidak hanya menggunakan arsitektur
tipe Jawa saja, melainkan berbentuk perpaduan budaya dari bangsa Tionghoa dan
masyarakat Setono Gedong. Bangunan pintu masuk area masjid memiliki bentuk yang
sangat unik, karena meskipun dibuat dengan gaya modern masih memperlihatkan
sedikit unsur tradisional. Karena pada bagian atas pintu gerbang tersebut
dibuat cekung di tengah yang bentuknya menyerupai batu nisan makam kaum
perempuan. Hal ini menunjukkan bahwa dalam pembuatan pintu gerbang ini,
masyarakat setempat terinspirasi dari seni arsitektur pada batu nisan yang ada
di makam belakang masjid. Masjid Setono
Gedong memiliki serambi yang cukup luas. Tiang-tiang penyangga pada serambi
masjid ini masing-masing dihiasi tulisan lafal “Allah” di bagian ujungnya.
Selain itu di tembok serambi atau di atas pintu masuk ruang utama masjid terdapat
ukiran-ukiran menggunakan huruf arab yang membentang dari selatan hingga utara
serambi. Hiasan ukiran memanjang dan ramai pada dinding serambi tersebut
mengingatkan kita pada tulisan-tulisan huruf cina yang berupa mantra yang
dipercaya dapat mengusir roh jahat dan ditempatkan di dinding kuil-kuil Cina.
Hal ini sangat memiliki arti kesamaan dalam tujuan pembuatannya, karena tulisan
arab berupa aya-ayat suci Al-Qur’an yang di ukir pada dinding serambi masjid
terebut tidak hanya dibuat sebagai hiasan saja tetapi juga dipercaya dapat
mengusir roh jahat yang mengganggu manusia untuk beribadah. Pada bagian pojok
timur laut serambi terdapat satu kentongan berposisi vertikal yang berlasdaskan
kayu menyilang dan satu kentongan yang digantung berjajar dengan bedug. Pada
kentongan yang ditempatkan dalam posisi tergantung. sebelum menyerukan adzan terlebih dahulu
mengumpulkan orang-orang dengan cara memukul kentongan atau pun bedug. Kedua
alat ini merupakan benda yang tradisional untuk memberikan tanda-tanda kepada
masyarakat melalui media suara berdasarkan kode-kode tertentu. Sedangkan bedug,
pada umumnya terbuat dari sebatang pohon yang dikeruk, dengan rentangan kulit
kerbau atau sapi pada satu atau kedua sisinya. Selain waktu salat, pukulan bedug juga
menandai awal dan akhir puasa, serta hari raya haji. Jadi pengaruh arsitektur
cina bangunan Masjid Setono Gedong dapat terlihat pada pintu gerbang utama
masjid, penempatan gaya ukiran memanjang di atas pintu masuk masjid, dan posisi
bedug yang digantung pada bagian serambi.
Nama : Qurrotul ‘Ain
Kelas : KPI 1B
Nim : 12305183047
Komentar
Posting Komentar