MASJID RAYA BLITAR ,SYMBOL PERKEMBANGAN ISLAM DI BLITAR


Masjid Raya Blitar


Tampak depan Masjid Agung Kota Blitar

Masjid Agung memang sebuah sosok tua penyimpan sejarah panjang siar Islam dan perkembangan Kota Blitar, Jawa Timur. Awalnya, tempat ibadah yang dibangun pada 1820 ini hanya terbuat dari kayu jati yang berdiri kokoh di sisi Sungai Lahar Pakunden. Nah, untuk menghindari banjir, tepatnya pada 1884, masjid dipindahkan ke alun-alun Blitar. Sayangnya, bangunan suci ini tetap saja terkena bencana, berupa lahar Gunung Kelud pada tahun yang sama. Selanjutnya, pada 1890, guna menyelamatkan Masjid Agung, warga setempat bergotong royong merombak bangunan dan menggantinya dengan yang lebih kokoh plus bergaya arsitektur rumah Jawa Kuno. Bahkan, perluasan areal pun ikut dilakukan menyusul bertambahnya jemaah pascaperistiwa G30S/PKI 1965. Tak heran bila Masjid Agung mampu menampung jemaah sebanyak 10 ribu orang. Bahkan, hingga saat ini, bangunan sarat nuansa Jawa ini juga masih memancarkan sinar keagungan sebuah rumah ibadah, terutama dari pilar berukuran besar dan atapnya yang terbuat dari kayu jati.




Tampak samping Masjid Agung Kota Blitar

Masjid Agung di sejumlahkota di Indonesia selalu menjadi saksi sejarah danbukti syiar Islam di Nusantara, tak terkecuali dikota Blitar, Jawa Timur. Masjid ini menjadi saksiyang menyimpan sejarah panjang penyebaranIslam di kota tempat dimakamkannya Bung Karnoitu. Lokasi masjid yang berdiri di area seluas 2000 meter persegi ini semula terletak di sisi sungai Lahar Kepunden, namun pada tahun 1884, dengan tujuan untuk menghindari banjir masjid ini dipindahkan ke sisi barat alun-alun Kota Blitar. Peristiwa pemberontakan G30S/PKI pada 1965 berdampak pada kekhawatiran umat Islam di daerah tersebut. Hal ini mengakibatkan jumlah jamaah yang mengonsolidasi diri di masjid membludak hingga meluap ke luar masjid. Akhirnya, warga setempat sepakat memperluas areal masjid agung tersebut sehingga mampu menampung jamaah sebanyak 10ribu orang. Secara desain, nuansa klasik Jawa amat terasa terutama pada bagian interior masjid yang didominasi warna coklat. Nuansa Jawa kuno itu semakin terasa jika melihat bagian atap berbentuk limasan yang disangga oleh empat tiang tinggi. Komposisi ini jika dilihat dari dalam mengingatkan kita pada model Masjid Agung Demak atau Masjid Kauman, Yogyakarta. Sementara itu kesan klasik bergaya kolonial terasa pada bagian teras yang dilengkapi oleh tiang-tiang ala rumah art deco berbahan beton yang pendek-pendek. Yang unik, tiang pendek itu disambung dengan tiang kayu balok di bagian atasnya. Sambungan ini mengesankan deretan pilar jadi nampak jangkung dan kurus. Komposisi tersebut menjadi sempurna dengan padu padan daun-daun jendela berwarna krem dengan garis-garis  mendatar, plus sejumlah lampuhias warna coklat dengan motif klasik.Pada bagian luar, masjid yang memiliki menara berbentuk mercusuar itu didominasi warna putih dengan kubahutama berwarna hijau. Sejumlah kubah kecil berbahan aluminium juga menjadi ornamen yang melengkapi bagian atas masjid.



Tampak dalam Masjid Agung Kota Blitar



Tampak depan Masjid Agung Kota Blitar

Nama               : Chafida Nur Azizah
NIM                : 12305183061
Jurusan            : KPIB-IAIN Tulungagung


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Mbah Mesir : Tokoh Dibalik Tradisi Syawalan di Durenan Trenggalek

SEJARAH PERADABAN ISLAM MASUK DI KABUPATEN MADIUN

Sejarah Perkembangan Islam Di Jombang